Pernyataan Abdullah Bin Baz bahwa memperingati Maulid Nabi Muhammad saw adalah bid’ah.

Segala puji bagi Allah dan semoga shalawat beriringan
salam senantiasa tercurah untuk Rasulullah, keluarga,
para sahabatnya dan untuk seluruh orang yang mengikuti
petunjuknya.
Banyak sekali orang yang bertanya tentang hukum
memperingati Maulid Nabi Saw dan berdiri bersama ketika
peringatan berlangsung serta memberi salam kepada Nabi Saw
dan hal lainnya yang dilakukan orang–orang pada peringatan
tersebut.
Jawabannya: Tidak boleh memperingati hari maulid
Nabi saw dan maulid siapapun, karena hal itu merupakan
bid’ah yang diada–adakan dalam agama. Rasulullah Saw,
Khulafaurrasyidin dan para Sahabat, begitu pula para tabi’in
yang berada pada kurun terbaik tidak pernah melakukannya.
Padahal mereka adalah orang yang paling mengerti dengan
sunnah dan orang yang paling sempurna cintanya kepada
Rasulullah Saw serta paling konsisten dalam mengikuti syari’atnya disbanding dengan orang–orang yang datang
setelah mereka.
Nabi Saw bersabda:“Barangsiapa yang mengada–adakan
dalam urusan agama kami tanpa dasarnya maka hal itu akan
ditolak (tidak diterima)”.
Dalam hadits lain beliau bersabda:
“Berpegang teguhlah kamu kepada sunnahku dan
sunnah para Khulafaurrasyidin yang telah mendapat
petunjuk setelahku, berpegang teguhlah dengannya dan
hindarilah oleh kamu sekalian hal–hal yang diada–adakan
dalam agama, sesungguhnya setiap hal yang diada–adakan
itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu adalah sesat”.
Dua hadits ini merupakan peringatan yang keras kepada
kita agar tidak mengada–ada bid’ah dan mengamalkannya.
Allah Ta’ala berfrman di dalam Al Quran: “Apa yang
diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah” (Qs. Al Hasr: 7).
“Maka hendaklah orang–orang yang menyalahi perintah
Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang
pedih” (Qs. An Nur: 63).
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu
suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
dia banyak menyebut Allah” (Qs. Al Ahzab: 21).
“Orang–orang yang terdahulu lagi yang pertama–tama
(masuk Islam) di antara orang–orang Muhajirin dan Anshar
dan orang–orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan
Allah menyediakan bagi mereka surga–surga yang mengalir
sungai–sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya
selama–lamanya. Itulah kemenangan yang besar”. (Qs. At
Taubah: 100).
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku untukmu,
dan telah Aku ridha Islam sebagai agama bagimu” (Qs. Al
Maidah: 3). Dan banyak lagi ayat–ayat lain yang semakna
dengan ini.
Dengan mengada–adakan semacam peringatan maulid,
terkesan bahwa Allah Ta’ala belum menyempurnakan agama
untuk umat ini dan Rasulullah Saw belum menyampaikan
semua yang patut diamalkan oleh mereka maka generasi terakhir
mengada–ada dalam agama sesuatu yang tidak diizinkan oleh
Allah dengan keyakinan bahwa hal tersebut bisa mnedekatkan
mereka kepada Allah. Tidak diragukan lagi bahwa hal ini
sangat berbahaya dan merupakan pembangkangan kepada
Allah dan Rasul-Nya, karena Allah telah menyempurnakan
agama ini untuk para hamba-Nya untuk mereka. Begitu pula
Rasulullah Saw telah menyampaikan risalahnya dengan
sempurna. Tidak ada satupun jalan yang membawa umat ke
surga, dan yang menjauhkan mereka dari api neraka kecuali
Rasulullah Saw telah terangkan kepada mereka.
Di dalam hadits yang shahih dari Abdullah bin Amr
radiyallahu anhum, Rasulullah Saw bersabda : “Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi melainkan
diwajibkan atasnya agar menunjukkan umatnya kepada
semua kebaikan yang diketahuinya untuk mereka dan
mengingatkan mereka (agar menghindari) semua keburukan
yang diketahuinya bagi mereka” (HR. Muslim).
Telah dimaklumi bahwa Nabi kita Muhammad Saw
adalah Nabi terakhir dan yang paling mulia serta Nabi yang
paling sempurna nasehat dan risalahnya.
Jikalau peringatan maulid ini termasuk ajaran agama
yang diridhai Allah Swt maka Rasulullah Saw pasti
menyampaikannya kepada umat atau melakukannya semasa
hidupnya atau dilakukan oleh para sahabat. Namun tidak ada
satupun hal tersebut yang terjadi. Ini berarti dalam ajaran Islam
dan merupakan hal yang diada–adakan yang mana Rasulullah
Saw telah mengingatkan umat agar menghindarinya,
sebagaimana telah disebutkan pada dua hadits yang lalu dan
hadits–hadits lain yang semakna dengan itu, seperti sabda
Rasulullah Saw ketika khutbah Jum’at.
“Selanjutnya: Sesungguhnya sebaik–baik perkataan
adalah Al Quran, sebaik–baik petunjuk adalah petunjuk
Muhammad Saw, sejelek–jelek perkara adalah hal–hal yang
diada–adakan di dalam agama (bid’ah), setiap bid’ah itu
adalah sesat” (HR. Muslim).
Sejumlah ulama secara tegas mengingkari dan melarang
peringatan maulid, berdasarkan kepada dalil–dalil di atas dan
dalil–dalil lainnya. Sebagian ulama dari kalangan mutaakhirin
membolehkannya selama tidak mengandung hal–hal yang
munkar, seperti berlebihan dalam pujian–pujian kepada
Rasulullah, campur baur antara laki–laki dan wanita,
menggunakan alat–alat musik dan hal–hal lain yang tidak
dibolehkan oleh syara’. Mereka menganggap hal itu merupakan
bid’ah hasanah.
Padahal dalam kaidah syari’ah dikatakan bahwa segala
sesuatu yang diperselisihkan manusia wajib dikembalikan
kepada Al Quran dan Sunnah, Allah berfrman:
“Hai orang–orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul-Nya dan ulil amri (pemimpin) diantara kamu,
kemudian jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(Sunnah) jika kamu benar–benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya” (QS. An Nisa: 59).
Dan kita telah kembalikan masalah peringatan maulid
ini kepada Al Quran dan kita dapatkan di dalamnya bahwa
Allah memerintahkan kita semua untuk mengikuti seluruh
yang dibawa oleh Rasulullah Saw dan mengingatkan kita agar
menjauhi semua yang dilarangnya. Al Quran juga memberitakan
kepada kita bahwa Allah Ta’ala telah menyempurnakan agama
untuk umat ini, sedangkan peringata nmaulid tidak termasuk
dalam apa yang dibawa oleh Rasulullah saw. Ini berarti ia
tidak termasuk ajaran agama yang telah disempurnakan Allah
bagi kita dan Allah telah memerintahkan kita semua untuk mengikuti Rasulullah Saw.
Kita juga telah kembalikan permasalahan ini kepada
Rasulullah Saw, kemudian kita tidak mendapatkan bahwa
beliau pernah melakukan atau memerintahkannya.
Begitu pula para sahabat, mereka juga tidak pernah
mengamalkannya.
Dengan demikian kita ketahui bahwa ia tidaklah termasuk
ajaran agama kita tetapi hal itu meruapkan bid’ah yang diada–
adakan dan mencontoh kaum Yahudi dan Nashrani dalam
perayaan–perayaan mereka.
Maka jelaslah bagi siapa saja yang menginginkan yang
haq bahwa perayaan maulid bukanlah bagian dari ajaran Islam
tetapi ia adalah bid’ah yang dibuat–buat, yang mana Allah dan
Rasul-Nya telah memerintahkan kita untuk meninggalkan dan
menghindarinya.
Tidaklah patut bagi seseorang yang berakal, tergiur
dengan banyaknya orang yang melakukan hal tersebut di
berbagai belahan dunia. Sesungguhnya ukuran kebenaran itu,
bukanlah pada banyaknya jumlah orang yang melakukannya.
Tetapi, ukurannya adalah dalil–dalil syara’, sebagaimana
Allah berfrman tentang orang–orang Yahudi dan Nashrani.
“Dan mereka (Yahudi dan Nashrani) berkata “sekali–
kali tidak akan masuk surga kecuali orang–orang (yang
beragama) Yahudi dan Nashrani, demikian itu hanya
angan–angan mereka yang kosong belaka”. Katakanlah:
“Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang–
orang yang benar” (QS. Al Baqarah: 111).
Allah berfrman: “Dan jika kamu menuruti kebanyakan
orang – orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan
menyesatkanmu dari jalan Allah” (Qs. Al An’am: 116).
Di samping perayaan maulid tersebut adalah bid’ah,
biasanya ketika acara berlangsung banyak mengandung
kemunkaran lain, seperti campur baur laki–laki dan wanita,
nyanyian dan alat–alat musik, minuman yang memabukkan,
narkotika dan lain sebagainya. Bahkan terjadi juga hal
yang lebih parah dari itu semua yaitu syirik akbar dengan
menunjukkan sikap yang berlebihan terhadap Rasulullah
Saw atau selainnya seperti para wali serta berdoa memohon
pertolongan dan bantuan kepadanya dan meyakini bahwa dia
mengetahui hal yang ghaib dan berbagai bentuk kekufuran
lainnya yang dicontoh oleh kebanyakan orang yang menghadiri
perayaan maulid Nabi Saw tersebut dariorang–orang yang
mereka sebut sebagai wali–wali.
Di dalam hadits yang shahih Rasulullah Saw bersabda:
“Hindarilah oleh kamu sekalian bersikap ghuluw
(berlebihan) dalam agama. Sesungguhnya sikap ghuluw
dalam agama itulah yang telah menyebabkan hancurnya
orang–orang yang sebelum kamu”.
Dan Rasulullah Saw bersabda :
“Janganlah kamu sekalian berlebih–lebihan dalam
memujiku sebagaimana orang–orang Nashrani berlebihan
dalam memuji (Isa) putra Maryam, maka ucapkanlah: Hamba
Allah dan Rasul-Nya”. (HR. Bukhari dari Umar radiyallahu
anhum).
Merupakan suatu hal yang aneh dan mengherankan
bahwa banyak diantara manusia yang rajin dan bersemangat
dalam menghadiri perayaan–perayaan bid’ah tersebut. Bahkan
mereka membela dan mempertahankannya tapi disisi lain
mereka meninggalkan hal–hal yang secara jelas diwajibkan
Allah kepada mereka, seperti menghadiri shalat Jum’at dan
shalat berjama’ah. Mereka tidak mengindahkannya dan tidak
menganggap bahwa mereka dengan demikian telah berbuat
kemunkaran yang besar. Ini jelas sekali, disebabkan oleh
kelemahan iman serta minimnya pemahaman dan pengetahuan
terhadap agama, disamping hati yang kotor yang telah dibalut
oleh berbagai macam jenis dosa dan maksiat. Hanya kepada
Allah kita memohon, keselamatan untuk kita dan seluruh
kamu muslimin di dunia dan akhirat.
Di antara hal yang aneh juga bahwa sebagian mereka
meyakini bahwa Rasulullah Saw hadir bersama mereka dalam
acara maulid tersebut. Oleh karena itu mereka secara bersama–
sama berdiri untuk menyambut dan memberi penghormatan
kepada beliau. Ini merupakan kebathilan dan kebodohan yang
nyata karena Rasulullah Saw tidak akan keluar dari kuburnya
sebelum hari kiamat dan selama itu beliau tidak akan
berhubungan dengan siapapun dan tidak akan hadir dalam
pertemuan–pertemuan mereka. Akan tetapi beliau akan tetap
tinggal di kuburnya sampai hari kiamat sedangkan ruh beliau
berada di tempat tertinggi di sisi Allah di tempat yang mulia.
Allah berfrman: “Kemudian kamu sekalian setelah itu
benar–benar akan mati, kemudian sesungguhnya kamu sekalian pada hari kiamat akan dibangkitkan (dari kuburmu)”
(QS. Al Mukminun: 15-16).
Rasulullah Saw bersabda: “Aku adalah orang pertama
yang akan dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat dan
aku adalah orang pertama yang memberi syafa’at dan yang
diizinkan memberi syafa’at”.
Ayat dan hadits diatas, begitu pula ayat–ayat dan hadits–
hadits lain yang semakna dengannya menunjukkan bahwa
Nabi Saw and orang–orang yang meninggal dunia lainnya
akan dibangkitkan dari kubur–kubur mereka pada hari kiamat.
Ini telah merupakan Ijma’ (kesepakatan) para ulama. Maka
setiap muslim harus hati–hati dalam hal ini, jangan sampai
terjerumus kepada bid’ah bid’ah dan khurafat yang sengaja
diada–adakan oleh orang–orang jahil dan yang sejenis dengan
mereka. Hanya Allah tempat kita memohon pertolongan,
hanya kepada-Nya kita berserah diri dan tidak ada daya dan
upaya kecuali dengan izin-Nya.
Adapun mengucapkan shalawat dan salam kepada
Rasulullah saw adalah termasuk ibadah dan amal shaleh yang
paling afdhal (utama�, sebagaimana frman Allah :
“Sesungguhnya Allah dan malaikat–malaikat-Nya
bershalawat untuk Nabi. Hai orang–orang yang beriman,
bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam
kepadanya” (QS. Al Ahzab: 56).
Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang bershalawat
kepadaku dengan satu shalawat maka Allah akan bershalawat
(memberi Rahmat) kepadanya dengan sepuluh kali lipat”.
Shalawat tersebut disyari’atkan di setiap waktu, terutama
penghujung shalat. Bahkan menurut sejumlah ulama.
Hukumnya adalah wajib pada tasyahhud akhir dalam setiap
shalat, dan sunah muakkad pada beberapa waktu, diantaranya
adalah setelah adzan, ketika disebut nama Nabi Saw, pada
hari Jum’at dan malamnya sebagaimana yang tertera dalam
banyak hadits yang shahih.
Semoga Allah memberi taufq kepada kita dan seluruh
kamu muslimin untuk memahami dan mendalami Islam,
serta konsisten dengannya dan menganugerahkan kepada kita
semua kekuatan untuk tetap berpegang teguh kepada sunnah
dan menjauhi bid’ah. Sesungguhnya Allah Maha Pemurah
dan Mulia.
Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah untuk
Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.


Jawaban Habib Munzir Al Musawa:
“Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw”. Ketika kita
membaca kalimat disamping maka didalam hati kita sudah
tersirat bahwa kalimat ini akan langsung membuat alergi
bagi sebagian kelompok muslimin, saya akan meringkas
penjelasannya secara ‘Aqlan wa syar’an, (logika dan
syariah).
Sifat manusia cenderung merayakan sesuatu yang
membuat mereka gembira, apakah keberhasilan, kemenangan,
kekayaan atau lainnya, mereka merayakannya dengan pesta,
mabuk mabukan, berjoget bersama, wayang, lenong atau bentuk pelampiasan kegembiraan lainnya, demikian adat
istiadat diseluruh dunia.
Sampai disini saya jelaskan dulu bagaimana kegembiraan
atas kelahiran Rasul saw.
Allah merayakan hari kelahiran para Nabi-Nya:
• Firman Allah: “(Isa berkata dari dalam
perut ibunya) Salam sejahtera atasku, di hari
kelahiranku, dan hari aku wafat, dan hari aku
dibangkitkan” (QS. Maryam: 33).
• Firman Allah: “Salam Sejahtera dari kami (untuk
Yahya as) dihari kelahirannya, dan hari wafatnya
dan hari ia dibangkitkan” (QS. Maryam: 15).
• Rasul saw lahir dengan keadaan sudah dikhitan
(Almustadrak ala shahihain hadits No.4177)
• Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafy dari
ibunya yang menjadi pembantunya Aminah ra
bunda Nabi saw, ketika Bunda Nabi saw mulai saat
saat melahirkan, ia (ibu utsman) melihat bintang–
bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan
diatas kepalanya, lalu ia melihat cahaya terang–
benderang keluar dari Bunda Nabi saw hingga
membuat terang benderangnya kamar dan rumah
(Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583).
• Ketika Rasul saw lahir kemuka bumi beliau
langsung bersujud (Sirah Ibn Hisyam).
• Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim bahwa
Ibunda Nabi saw saat melahirkan Nabi saw
melihat cahaya yang terang–benderang hingga
pandangannya menembus dan melihat istana-
istana Romawi (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal
583) .
• Malam kelahiran Rasul saw itu runtuh singgasana
Kaisar Kisra, dan runtuh pula 14 buah jendela besar
di Istana Kisra, dan Padamnya Api di Kekaisaran
Persia yang 1000 tahun tak pernah padam Fathul
Bari Almasyhur juz 6 hal 583).
Kenapa kejadian kejadian ini dimunculkan oleh Allah
swt?, kejadian kejadian besar ini muncul menandakan
kelahiran Nabi saw, dan Allah swt telah merayakan kelahiran
Muhammad Rasulullah saw di Alam ini, sebagaimana Dia
swt telah pula membuat salam sejahtera pada kelahiran Nabi-
nabi sebelumnya.
Rasulullah saw memuliakan hari kelahiran beliau saw.
Ketika beliau saw ditanya mengenai puasa di hari senin,
beliau saw menjawab: “Itu adalah hari kelahiranku, dan
hari aku dibangkitkan” (Shahih Muslim hadits no.1162) dari
hadits ini sebagian saudara-saudara kita mengatakan boleh
merayakan maulid Nabi saw asal dengan puasa.
Rasul saw jelas–jelas memberi pemahaman bahwa hari
senin itu berbeda dihadapan beliau saw daripada hari lainnya,
dan hari senin itu adalah hari kelahiran beliau saw. Karena
beliau saw tak menjawab misalnya: “Oh puasa hari senin itu
mulia dan boleh–boleh saja..”, namun beliau bersabda: “Itu adalah hari kelahiranku” menunjukkan bagi beliau saw hari
kelahiran beliau saw ada nilai tambah dari hari-hari lainnya.
Contoh mudah misalnya Zeyd bertanya pada Amir:
“Bagaimana kalau kita berangkat umroh pada 1 Januari?”
maka amir menjawab: “Oh itu hari kelahiran saya”.
Nah.. bukankah jelas–jelas bahwa Zeyd memahami
bahwa 1 januari adalah hari yang berbeda dari hari–hari
lainnya bagi Amir? dan Amir menyatakan dengan jelas
bahwa 1 Januari itu adalah hari kelahirannya, dan berarti amir
ini termasuk orang yang perhatian pada hari kelahirannya,
kalau Amir tak acuh dengan hari kelahirannya maka pastilah
ia tak perlu menyebut–nyebut bahwa 1 Januari adalah hari
kelahirannya, dan Nabi saw tak memerintahkan puasa hari
senin untuk merayakan kelahirannya, pertanyaan sahabat ini
berbeda maksud dengan jawaban beliau saw yang lebih luas
dari sekedar pertanyaannya, sebagaimana contoh diatas, Amir
tidak memerintahkan umroh pada 1 januari karena itu adalah
hari kelahirannya, maka mereka yang berpendapat bahwa
boleh merayakan maulid hanya dengan puasa saja maka
tentunya dari dangkalnya pemahaman terhadap ilmu bahasa.
Orang itu bertanya tentang puasa senin, maksudnya boleh
atau tidak? Rasul saw menjawab hari itu hari kelahiranku,
menunjukkan hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah pada
pribadi beliau saw, sekaligus diperbolehkannya puasa dihari
itu.
Maka jelaslah sudah bahwa Nabi saw termasuk yang
perhatian pada hari kelahiran beliau saw, karena memang merupakan bermulanya sejarah bangkitnya islam.
Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi saw.
Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra: “Izinkan aku
memujimu wahai Rasulullah..” maka Rasul saw menjawab:
“Silahkan..,maka Allah akan membuat bibirmu terjaga” maka
Abbas ra memuji dengan syair yg panjang, diantaranya:
“… dan engkau (wahai nabi saw) saat hari kelahiranmu
maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang benderang,
dan langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini
dalam naungan cahaya itu dan dalam tuntunan kemuliaan
(Al Qur’an) kami terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala
shahihain hadits no.5417).
Kasih sayang Allah atas kafr yg gembira atas kelahiran
Nabi saw
Diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib melihat
Abu Lahab dalam mimpinya, dan Abbas bertanya padanya:
“Bagaimana keadaanmu?” Abu Lahab menjawab:
“Di neraka, cuma diringankan siksaku setiap senin karena
aku membebaskan budakku Tsuwaibah karena gembiraku
atas kelahiran Rasul saw” (Shahih Bukhari hadits no.4813,
Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits No.13701, Syi’bul Iman
No.281, Fathul Baari Almasyhur juz 11 hal 431).
Walaupun kafr terjahat ini dibantai di alam barzakh,
namun tentunya Allah berhak menambah siksanya atau
menguranginya menurut kehendak Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari senin karena telah gembira dengan
kelahiran Rasul saw dengan membebaskan budaknya.
Walaupun mimpi tidak dapat dijadikan hujjah untuk
memecahkan hukum syariah, namun mimpi dapat dijadikan
hujjah sebagai manakib, sejarah dan lainnya, misalnya mimpi
orang kafr atas kebangkitan Nabi saw, maka tentunya hal
itu dijadikan hujjah atas kebangkitan Nabi saw maka Imam-
imam diatas yang meriwayatkan hal itu tentunya menjadi
hujjah bagi kita bahwa hal itu benar adanya, karena diakui
oleh imam imam dan mereka tidak mengingkarinya.
Rasulullah saw memperbolehkan Syair pujian di masjid.
Hassan bin Tsabit ra membaca syair di Masjid Nabawiy
yang lalu ditegur oleh Umar ra, lalu Hassan berkata:
“Aku sudah baca syair nasyidah disini dihadapan orang
yang lebih mulia dari engkau wahai Umar (yaitu Nabi saw)
lalu Hassan berpaling pada Abu Hurairah ra dan berkata:
“Bukankah kau dengar Rasul saw menjawab syairku dengan
doa: Wahai Allah bantulah ia dengan RuhulQudus? maka
Abu Hurairah ra berkata: “Betul” (shahih Bukhari hadits
no.3040, Shahih Muslim hadits No.2485).
Ini menunjukkan bahwa pembacaan Syair di masjid
tidak semuanya haram, sebagaimana beberapa hadits shahih
yang menjelaskan larangan syair di masjid, namun jelaslah
bahwa yang dilarang adalah syair–syair yang membawa pada
Ghafah, pada keduniawian, namun syair–syair yang memuji
Allah dan Rasul-Nya maka hal itu diperbolehkan oleh Rasul saw bahkan dipuji dan didoakan oleh beliau saw sebagaimana
riwayat diatas, dan masih banyak riwayat lain sebagaimana
dijelaskan bahwa Rasul saw mendirikan mimbar khusus
untuk Hassan bin Tsabit di masjid agar ia berdiri untuk
melantunkan syair–syairnya (Mustadrak ala Shahihain hadits
No.6058, Sunan Attirmidzi hadits No.2846) oleh Aisyah ra
bahwa ketika ada beberapa sahabat yang mengecam Hassan
bin Tsabit ra maka Aisyah ra berkata: “Jangan kalian caci
Hassan, sungguh ia itu selalu membanggakan Rasulullah
saw” (Musnad Abu Ya’la Juz 8 hal 337).
Pendapat Para Imam dan Muhaddits atas perayaan
Maulid
1. Pendapat Imam Al Hafdh Ibn Hajar Al Asqalaniy
rahimahullah:
Telah jelas dan kuat riwayat yang sampai padaku dari
shahihain bahwa Nabi saw datang ke Madinah dan bertemu
dengan Yahudi yang berpuasa hari asyura (10 Muharram),
maka Rasul saw bertanya maka mereka berkata “Hari ini hari
ditenggelamkannya Fir’aun dan Allah menyelamatkan Musa,
maka kami berpuasa sebagai tanda syukur pada Allah swt,
maka bersabda Rasul saw “Kita lebih berhak atas Musa as
dari kalian”, maka diambillah darinya perbuatan bersyukur
atas anugerah yang diberikan pada suatu hari tertentu
setiap tahunnya, dan syukur kepada Allah bisa didapatkan
dengan pelbagai cara, seperti sujud syukur, puasa, shadaqah Alqur’an, maka nikmat apalagi yang melebihi kebangkitan
Nabi ini?, telah berfrman Allah swt “Sungguh Allah telah
memberikan anugerah pada orang-orang mu’min ketika
dibangkitkannya Rasul dari mereka” (QS. Al Imran: 164)
2. Pendapat Imam Al Hafdh Jalaluddin AsSuyuthi
rahimahullah:
Telah jelas padaku bahwa telah muncul riwayat Baihaqi
bahwa Rasul saw berakikah untuk dirinya setelah beliau
saw menjadi Nabi (Ahaditsulmukhtarah hadis No.1832
dengan sanad shahih dan Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz
9 hal.300), dan telah diriwayatkan bahwa telah ber-aqiqah
untuknya kakeknya Abdulmuttalib saat usia beliau saw
berunur 7 tahun, dan akikah tak mungkin diperbuat dua kali,
maka jelaslah bahwa aqiqah beliau saw yang kedua atas
dirinya adalah sebagai tanda syukur beliau saw kepada Allah
swt yang telah membangkitkan beliau saw sebagai Rahmatan
lil’aalamiin dan membawa Syariah untuk ummatnya, maka
sebaiknya bagi kita juga untuk menunjukkan tasyakkuran
dengan Maulid beliau saw dengan mengumpulkan teman
teman dan saudara saudara, menjamu dengan makanan-
makanan dan yang serupa itu untuk mendekatkan diri
kepada Allah dan kebahagiaan. bahkan Imam Assuyuthiy
mengarang sebuah buku khusus mengenai perayaan maulid
dengan nama “Husnulmaqshad fi ‘amalilmaulid”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar