Pernyataan Abdullah Bin Baz bahwa sikap berlebih- lebihan (ghuluw) dalam beribadah merupakan perusakan tauhid.

Termasuk yang dapat menggrogoti keutuhan tauhid,
sikap berlebih-lebihan (ghuluw) terhadap para wali–wali dan
orang-orang sholeh dengan memberikan mereka kedudukan
lebih tinggi dari yang seharusnya.
Misalnya berlebih-lebihan dalam memuliakan mereka,
atau menyamakan kedudukan mereka dengan kedudukan para
Rasul atau berkeyakinan bahwa mereka orang yang ma’shum
(terpelihara dari berbuat dosa).


Jawaban Habib Munzir Al Musawa:
Diriwayatkan bahwa Rasul saw bersabda“Sungguh
syaitan takut padamu wahai Umar, jika syaitan berpapasan
denganmu di suatu jalan maka ia akan memilih lembah lain
agar tidak berpapasan denganmu” (Shahih Bukhari).
Berkata Hujjatul Islam Al Imam Ibn Hajar Al Asqalaniy,
bahwa hadits ini menjadi dalil bahwa bisa saja selain Nabi
itu Ma’shum, yaitu terjaga dari syaitan, perbedaannya adalah
jika nabi pastilah maksum.
Jika selain nabi tidak mustahil ma’sum, namun
bisa saja ia ma’shum, dan berkata Imam Nawawi bahwa
bukan hanya Umar ra yang ditakuti oleh syaitan, tapi banyak
juga para sahabat lainnya. (Fathul Baari bisyarah shahih
Bukhari).

FIRMAN ALLAH SWT MENJELASKAN KERAMAT
PARA WALI

Firman Allah swt menceritakan kejadian Sulaiman as :
“Maka berkatalah Sulaiman (as) “Siapakah diantara
kalian yang dapat membawakan Singgasananya (Singgasana
Ratu Balqis) kehadapanku sebelum mereka datang
menyerahkan diri?”, maka berkatalah seorang Ifrit dari
golongan Jin: “Aku akan membawakannya padamu sebelum
kau berdiri dari kursimu!, sungguh aku memiliki kekuatan dan
dapat dipercaya!”, Maka berkatalah seseorang yg memiliki
ilmu dari kitabullah “Aku akan membawakannya padamu
(singgasana Ratu Balqis) sebelum engkau mengedipkan
matamu”, maka ketika Sulaiman (as) melihat singgasana itu
dalam sekejap sudah tegak dihadapannya…” (QS. Annaml:
39-41).
Disini jika kita ringkaskan saja, maka tidak mustahil
seorang wali Allah berkata aku mampu berbuat ini dan itu, aku
mampu menghidupkan yang mati, aku mampu memindahkan
singgasana itu sebelum kau kedipkan matamu!, atau ucapan
ucapan yang didasari kekuatan ilahiah, dan yang mengingkari
hal ini maka Allah swt telah menyiapkan jawabannya sebelum
mereka bertanya dan mengingkari, sebagaimana frman Allah
swt diatas, membuktikan bahwa ucapan itu bukan ucapan
sombong, tapi justru merupakan tanda kebesaran Allah swt.
Firman Allah swt diatas ini jelas bukan tercantum pada
Taurat, Zabur, Injil atau shuhuf para nabi terdahulu, padahal kejadiannya adalah pada ummat terdahulu, namun
tercantum pada Alqur’an, agar ummat Muhammad saw
memahami bahwa jika muncul hal-hal seperti ini pada masa
mereka maka hal itu bukan hal yang aneh, namun hal biasa
yang sudah terjadi pada ummat ummat terdahulu, justru
yang mengingkari hal seperti ini kufur hukumnya karena ia
mengingkari Alqur’an,
Firman Allah swt menceritakan kejadian Musa dan
Khidir as dalam surat Al Kahf:
“Maka ia (Musa as) menemukan hamba dari hamba
hamba hamba Kami yg kami beri padanya Rahmat dari sisi
kami dan kami mengajarinya dengan ilmu dari sisi kami
(Ladunniy) (65), Maka berkata padanya Musa ”Bolehkah
aku mengikutimu agar kau ajarkan dari kemuliaan kemuliaan
yang diajarkan padamu?” (66), Ia (Khidir as) menjawab
“Engkau tak akan mampu bersabar bersamaku” (67), “Dan
bagaimana pula kau bisa bersabar pada apa–apa yang kau
belum dikabarkan?” (68), (Musa menjawab) “Engkau akan
menyaksikan Insya Allah aku merupakan orang yang bersabar
dan aku tak akan mengingkari urusanmu” (69),Berkatalah
ia (khidir as) ”Jika kau mengikutiku janganlah kau bertanya
apapun sampai aku sendiri yang mengabarkannya padamu”
(70), Maka mereka pun berlalu, hingga menumpang disebuah
kapal dan ia (khidir as) menenggelamkannya, berkatalah
(musa as) apakah kau merusak dan menenggelamkannya
untuk mencelakakan pemiliknya, sungguh kau telah berbuat
kejahatan! (71), Maka berkatalah ia (Khidir as) “Bukankah telah kukatakan bahwa engkau sungguh tak akan bersabar
bersamaku?” (72), Maka ia (Musa as) berkata “Jangan
kau perdulikan kelupaanku, dan jangan menyulitkanmu
persahabatanku denganmu (maafkan apa yg kuperbuat)”
(73), Maka mereka berlalu hingga menjumpai seorang anak,
lalu ia (Khidir as) membunuhnya, maka Musa berkata
”Apakah kau membunuh manusia suci tanpa sebab
yang benar..??, Sungguh kau telah berbuat kejahatan!!” (74),
Maka berkatalah ia (Khidir as) “Bukankah telah kukatakan
bahwa engkau sungguh tak akan bersabar bersamaku?”
(75).
(Musa as berkata) “Jika aku bertanya lagi tentang
sesuatu maka jangan kau jalan bersamaku, karena aku telah
berulang ulang berbuat kesalahan” (76), zmaka mereka
berlalu hingga mereka mengunjungi sebuah perkampungan,
dan mereka minta makan dan penduduk tak mau menjamu
mereka, maka keduanya menemui sebuah tembok yang
hampir roboh, maka ia (Khidir as) menegakkannya, maka ia
berkata (Musa as) “Jika kau mau bisa saja kau membayar
tukang untuk melakukannya” (77), Berkatalah ia (khidir as)
“Inilah perpisahanku denganmu, akan kukabarkan padamu
makna makna yang kau tak dapat bersabar atasnya” (78),
“Mengenai kapal itu, adalah milik orang miskin yang bekerja
dilautan dan aku sengaja merusaknya, karena dihadapan
mereka ada penguasa yang akan merampas semua kapal–
kapal, (aku menenggelamkannya agar kapal mereka selamat
dan dapat diperbaiki dan barang barang dan hartanya selamat)” (79), “Mengenai anak yang kubunuh maka
kedua ayah ibunya adalah orang mukmin, dan kami tak
ingin ia hidup menjadi penjahat dan kufur” (Sebagaimana
diriwayatkan dalam Shahih Muslim bahwa anak itu akan
tumbuh menjadi kafr dan kami menyayangi kedua orang
tuanya dan tak mau mengecewakan keduanya) (80), “Maka
Allah ingin menggantikan untuk ayah ibunya yang lebih
baik bagi mereka dan suci (81), mengenai Tembok maka
milik dua anak yatim di kota dan dibawahnya terdapat harta
karun milik kedua ayah ibunya dan keduanya orang yang
shalih, dan Allah menginginkan agar mereka dewasa dan
mengeluarkan harta itu untuk mereka kelak, inilah rahmat
dan kasih sayang pada mereka dari Tuhanmu, dan aku tidak
memperbuat itu dari keinginan pribadiku, itulah makna dari
apa-apa yang kau tak bisa bersabar darinya” (82). (QS. Al
Kahf: 65-82).
Jelaslah sudah bahwa Allah swt menguasakan kepada
hamba–hambaNya beberapa hal yang tidak masuk akal dan
bertentangan dengan syariah, hal ini dimunculkan oleh Allah
swt bahwa itu bukan berupa kegilaan, tapi justru kehendak
Allah swt dan mengandung hikmah yang mendalam, dimana
Allah swt mengajari Musa as bahwa tak bisa logika menjadi
acuan atas segala hal, banyak hal gaib yang kelihatannya
adalah kemungkaran namun justru merupakan Samudra
kelembutan Allah swt.

Firman Allah swt dalam hadits Qudsiy “Barangsiapa
memusuhi wali-Ku maka Ku-umumkan perang padanya,
tiadalah hamba–hambaKu mendekat pada-Ku dengan hal
hal yang telah kuwajibkan, dan hamba hamba Ku tak henti
hentinya pula mendekat pada-Ku dengan hal–hal yang sunnah
hingga Aku mencintainya, Jika Aku mencintainya maka aku
menjadi telinganya yang ia gunakan untuk mendengar, aku
menjadi pandangannya yang ia gunakan untuk melihat, aku
menjadi tangannya yang ia gunakan untuk melawan, aku
menjadi kakinya yang ia gunakan untuk melangkah,
Jika ia meminta pada-Ku niscaya kuberi apa yang ia
minta, dan jika ia mohon perlindungan pada-Ku niscaya
kuberi padanya perlindungan” (Shahih Bukhari Bab
Arriqaaq/Tawadhu)
Al Hafdh Al Imam Ibn Hajar Al Asqalaniy dalam
kitabnya Fathul Baari Bisyarh Shahih Bukhari menjelaskan
makna hadits ini dalam 6 penafsiran, secara ringkasnya saja
bahwa panca indera mereka telah suci dari hal hal dosa karena
mereka menyucikannya, dan mereka tidak mau berucap
terkecuali kalimat kalimat dzikir atau ucapan mulia, tak mau
mendengar terkecuali yang mulia pula, demikian seluruh
panca inderanya, dan Allah swt membimbing panca indera
mereka untuk selalu mulia. (Fathul Baari Bisyarh Shahih
Bukhari Bab Arriqaaq/Tawadhu)
Maka yang terpenting dalam hadits mulia ini adalah
perkataan “Jika ia meminta pada Ku niscaya kuberi
permintaan Nya”, ucapan ini jelas–jelas menjawab seluruh sangkalan mereka,
Bahwa bisa saja mereka berdoa pada Allah swt untuk
menghidupkan yang mati, pindah ke tempat lain, mendengar
atau melihat perasaan orang lain dlsb,
Sebagaimana dijelaskan oleh Imam Tajuddin Assubkiy
bahwa diantara bentuk karamat adalah sepuluh macam,
dan sungguh lebih banyak dari itu, yang pertama adalah
Menghidupkan yang mati, kedua adalah berbicara dengan
yang mati, yang ketiga adalah terbelahnya lautan dan
keringnya lautan, keempat adalah berubahnya bentuk,
kelima adalah berjalan diatas air, keenam adalah ucapan
hewan dan benda, ketujuh adalah taatnya hewan, kedelapan
adalah digulungnya waktu, kesembilan terdiamnya lidah
atau terucapkannya, kesepuluh adalah terkeluarkannya harta
karun, demikian dijelaskan dengan panjang lebar oleh Imam
Tajuddin Assubkiy Dalam kitabnya (Thabaqatussyaf’i Al
Kubra Juz II hal 338 cetakan Darul Ihya)
Dan tentunya kejadian Tsunami di Aceh telah pula
memperjelas ini, bahwa Air Dahsyat setinggi 30 meter
dengan kecepatan 300km/jam dan kekuatan ratusan juta ton,
terbelah di makam makam shalihin dan masjid, menunjukkan
kemuliaan dan keramat para Wali Allah yang dimuliakan
Allah swt walau mereka telah wafat, mereka tetap Benteng
Allah swt dimuka Bumi sebagaimana frman-Nya “Sungguh
Bumi diwariskan Allah pada hamba hamba-Nya yang shalih”
(QS Al Anbiya 105).

Rasul saw bersabda “Akan datang kelak…., atau
akan muncul kelak setelah aku wafat…., atau kelak di
hari kiamat…., hadits-hadits shahih semacam ini ratusan
banyaknya, merupakan tanda tanda hari kiamat, keadaan
kelak di alam barzakh, keadaan di hari kiamat, kesemuanya
dikabarkan oleh Rasul saw dengan gamblangnya menunjukkan
bahwa beliau saw mengetahui apa yang akan terjadi, bahkan
mengetahui seseorang itu akan mati dalam kebaikan atau
dalam kekufuran, sebagaimana riwayat shahih Muslim yang
menjelaskan bahwa seorang pejuang yg berjuang dengan
giatnya namun Rasul saw berkata “Dia ahli neraka!”, para
sahabat menyangkalnya karena orang itu berjihad dengan
semangat dan kesungguhan, namun terbuktilah pada akhirnya
ia membunuh diri dengan memotong urat nadinya”.

KERAMAT PARA SAHABAT
Ketika Khalifah Umar bin Khattab ra sedang berkhutbah
jumat, tiba tiba ditengah khutbahnya ia berseru dengan
kerasnya “Wahai Sariah bin Hashiin.., keatas gunung.. keatas
gunung..!, maka kagetlah para sahabat lainnya, kenapa
Khalifah berkata demikian?, apa maksudnya?, sebulan
kemudian kembalilah Sariah bin Hashiin dari peperangan
bersama pasukan sahabat lainnya, mereka bercerita
saat mereka sedang terdesak dalam peperangan mereka
mendengar suara Umar bin Khattab ra yang tak terlihat
wujudnya, teriakan itu adalah ”Wahai Sariah bin Hashiin..,
keatas gunung.. keatas gunung..!, maka kami naik keatas gunung dan berkat itu kami memenangkan peperangan”
(Durrul muntatsirah fl ahaditsil Masyhurah oleh Al Hafdh
Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi Juz 1 hal 22, Al
Ishabah Juz 3 hal 6, Tarikh Attabari Juz 2 hal 553).
KERAMAT PARA SAHABAT RIWAYAT SHAHIH
BUKHARI
Riwayat lain ketika dua orang sahabat di malam yang
gelap keluar dari menghadap Rasul saw, maka terlihatlah
dua cahaya menerangi mereka, cahaya itu terus mengikuti
mereka hingga mereka berpisah maka dua cahaya itu pun
berpisah, sampai mereka masuk kerumahnya masing masing
(Shahih Bukhari Bab Manaqib).
Riwayat lain ketika salah seorang sahabat membaca
surat Alkahf disuatu malam maka ia melihat keledainya
melarikan diri, maka ketika ia selesai shalat ia melihat
kabut yang menyelimuti sekitar, maka keesokan harinya ia
menceritakannya pada Rasul saw maka Rasul saw berkata
“Bacalah terus wahai fulan, sungguh itu adalah ketenangan
yang turun sebab Alqur’an” (Shahih Bukhari Bab Alamat
Nubuwwah fl islam).
Riwayat lain ketika Abubakar shiddiq diberkahi
makanan untuk tamu–tamunya dirumahnya, hingga tamu–
tamunya menyaksikan bahwa setiap mereka memakan–
makanan itu namun makanan itu tidak berkurang (Shahih
Bukhari Bab Samar Ma’addhaif).
Riwayat lainnya Rasul saw bersabda “Wahai Umar,
tiadalah syaitan berpapasan denganmu disuatu jalan kecuali
ia akan menghindar mencari jalan yang bukan jalanmu”
(Shahih Bukhari Bab Manaqib Umar bin Khattab ra), berkata
Al Hafdh Imam Ibn Hajar Al Asqalaniy bahwa “Dalam hadits
ini terkandung makna bahwa Ma’shum adalah hal yang wajib
bagi para Nabi, namun merupakan hal yang bisa saja terjadi
(tidak mustahil) bagi selain Nabi” (Fathul Baari Bisyarh
Shahih Bukhari Bab Manaqib Umar).
Riwayat lainnya sabda Rasulullah saw ”Tiadalah bayi
bercakap-cakap terkecuali tiga, Isa bin Maryam (as), dan di
Bani Israil seorang lelaki bernama Jureij, ketika sedang
shalat datanglah ibunya memanggilnya, seraya berkata
dalam hatinya “Apakah aku menjawabnya atau meneruskan
shalat?”, maka Ibundanya marah dan berdoa “Wahai Allah
jangan kau matikan ia hingga kau perlihatkan padanya wajah
pelacur”, maka suatu ketika Jureij di tempat khalwatnya dan
datanglah padanya seorang wanita mengajaknya berzina,
maka ia menolak, lalu pelacur itu mendatangi seorang
penggembala dan kemudian berzina dengannya, maka
wanita itu pun hamil dan melahirkan bayi lelaki, maka
wanita itu berkata ini adalah dari perbuatan Jureij..!, maka
penduduk marah dan menghancurkan rumah ibadahnya,
menyeretnya dan mencacinya, maka ia berwudhu dan shalat,
dan mendatangi bayi itu dan berkata “Siapa ayahmu..?!”
maka Bayi itu berkata “Ayahku adalah Penggembala”, maka
mereka berkata “Kami akan membangun rumah ibadahmu dari emas..??”, maka ia berkata, “Tidak.., cukup dari
tanah!”.
Yang ketiga adalah ketika seorang wanita menyusui
anaknya dari Bani Israil, maka lewatlah seorang pria
berwibawa dan penguasa, maka ibu itu berkata “Wahai Allah
jadikan anakku sepertinya!”, maka anak itu melepaskan
susu ibunya dan menjawab “Wahai Allah jangan jadikan
aku sepertinya!”, lalu ia kembali menyusu, dan berkata
Abu Hurairah ”Seakan akan aku melihat pada Nabi saw
yang menghisap jarinya (mempercontohkan hikayat)”, lalu
lewatlah seorang Budak, dan ibunya pun berkata ”Wahai
Allah jangan jadikan anakku sepertinya!”,
Maka Bayinya melepaskan susunya dan berkata
“Wahai Allah jadikanlah aku sepertinya!”, (berkata ibunya)
“Mengapa begitu?”, bayinya berkata “Orang pertama
adalah penguasa bengis, dan Budak itu adalah dituduh
pencuri, pezina, dan ia tak melakukannya” (Shahih Bukhari
Bab Ahaditsul Anbiya).
Riwayat hadits ibu yang menyusui bayi diatas
menunjukkan bolehnya Allah memberikan keramat pada
wali sejak ia masih bayi, sudah dapat tahu takdir orang,
tahu siapa orang itu sebenarnya, dan mengtahui hal yang
ghaib, maka jika ada habaib masa lalu yang dikatakan sudah
keramat dan jadi wali Allah sejak bayinya, semacam Imam
Abubakar bin Salim Fakhrul wujud dan lainnya, maka telah
jelas diriwayatkan dalam shahih Bukhari mengenai dalilnya.
Riwayat lainnya bahwa Khubaib ra ketika ditangkap
oleh Bani Harits, (dalam riwayat yang panjang), bahwa Putri
dari Al Harits berkata”Tak pernah kulihat tawanan pun yang
lebih baik dari Khubaib (ra), sungguh telah kusaksikan ia
makan buah anggur sedangkan di Makkah saat itu tak ada
sama sekali buah buahan, dan ia didalam penjara Besi, dan
itu adalah Rizki yang diberikan oleh Allah swt” (Shahih
Bukhari Bab Jihad wassayr).
Riwayat lainnya bahwa seorang dari penduduk Kufah
mengadukan kepada Khalifah Umar ra tentang Sa’ad bin Abi
Waqqash ra, maka diutuslah bersamanya seorang pengintai
yang bertanya tentang Sa’ad di Kufah, maka ia berkeliling di
masjid Kufah dan tak ada yg menyaksikan kecuali kebaikan
Sa’ad ra, maka berkatalah seorang lelaki yang dikenal
dengan nama Aba Sa’dah “Jika kau bertanya pada kami maka
sungguh Sa’ad (ra) tidak membagi dengan adil, dan banyak
lagi ftnahnya pada Sa’ad ra”, maka berkatalah Sa’ad (ra)
“Wahai Allah jika ia dusta maka panjangkan usianya, dan
panjangkan kemiskinannya, dan munculkan atasnya ftnah-
ftnah”.
Maka berkata Ibn Umair ra kulihat ia tua renta hingga
kedua alisnya sudah hampir menutup kedua matanya karena
sangat tua, dan sangat miskin, dan mengejar ngejar para
wanita di jalanan seraya memegang megangnya, jika ditanya
padanya “Kenapa kau berbuat ini??”, ia menjawab “Aku
adalah si tua renta yang terkena ftnah karena doa Sa’ad
(ra)”. (Shahih Bukhari Bab Adzan).


RIWAYAT TSIGAH LAINNYA TENTANG KERAMAT
PARA SAHABAT DAN IMAM-IMAM

Berkata Imam Al Khazin “Telah diriwayatkan dari
Abu Sa’id Alkhudri ra”. “Sungguh Rasulullah saw bersabda
“Hati hatilah pada frasat orang mukmin, sungguh (frasat)
dia itu melihat dengan Cahaya Allah” (diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dalam kitabnya Attaarikh, dan Ibn Jarir, Ibn
Hatim, Ibn Sunniy, Abu Nu’aim, dan diriwayatkan pula oleh
Imam Attirmidziy dan Imam Attabrani, dan diriwayatkan
pula oleh Ibn Jarir dari Ibn Umar ra).
Dan pada para ulama dan para pemilik anugerah,
bahwa pada frasat mereka teriwayatkan dengan kabar dan
riwayat yang masyhur, diantaranya dikatakan oleh Al hafdh
pada kitabnya “Tawaali Atta’sis” berkata Assaajiy, berkata
padaku Abu Dawud, berkata kepadaku Qutaybah, berkata
pada Abdu Hamiid, aku keluar bersama Imam Syafi dari
Makkah, maka kami bertemu seorang lelaki di Abtah, maka
kukatakan pada Imam Syafi “Tebak keberadaan lelaki
itu..?”, maka berkata Imam Syafi “Dia itu tukang kayu, atau
penjahit!”, maka katanya pada lelaki itu seraya berkata “Dulu
aku tukang kayu dan sekarang penjahit”,
Diriwayatkan pula oleh Al Hakim dari riwayat lain,
dari Qutaybah berkata “Kulihat Muhammad bin Alhasan dan
Imam Syafi duduk berdua diteras Ka’bah, maka lewatlah
seorang lelaki, maka berkatalah salah satu dari mereka
“Kemarilah kami akan menebak pekerjaanmu, maka berkata
salah satu dari mereka (Muhammad bin Alhasan dan Imam Syafi) engkau adalah Penjahit!”, dan berkata yang lainnya
“Engkau adalah tukang kayu!”, maka berkata orang itu
“Dulu aku penjahit dan sekarang tukang kayu”.
Berkata Al Hafdh, sanad kedua riwayat diatas
shahih. (Tuhfatul ahwadziy bisyarh Jami Tirmidziy Bab:
Min Suuratil Hijr Juz 8 /556).
Diriwayatkan berkenaan syarah hadits frasah,
bahwa Ustman bin Affan ra dikunjungi beberapa sahabatnya,
dan diantara mereka memandang pada seorang wanita, maka
berkata Utsman bin Affan ra “Salah satu dari kalian masuk
kerumahku dengan mata yang berzina!”, maka berkatalah
seorang dari mereka dengan kagetnya “Apakah ada wahyu
setelah Rasulullah..?” (maksudnya pembicaraan yang
membuka masalah gaib dan tersembunyi atau kasyaf), maka
berkata Utsman bin Affan ra “Bukan wahyu, namun frasat
yang benar!” (Syarh Musnad Abi Hanifah juz 1 /566).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar